MAKALAH TUGAS PANCASILA

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut – pengikutnya sampai akhir zaman. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi nilai mata kuliah Pancasila.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematiknya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini.
 Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.



Jakarta, 4 Oktober 2015.


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badan Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum tahun 1955, dipersiapkan untuk merumuskan UUD (konstitusi) yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada tanggal 20 Nopember 1956, Dewan Konstituante memulai sidangnya dengan pidato pembukaan dari Presiden Soekarno. Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anggota Dewan Konstituante adalah untuk menyusun dan menetapkan UUD Republik Indonesia tanpa adanya pembatasan kerja. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah dapat merumuskan UUD yang baru.
Keadaan seperti ini semakin menggoncangkan situasi politik Indonesia pada saat itu. Bahkan, masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Sementara itu, sejak akhir tahun 1956 keadaan kondisi dan situasi politik Indonesia semakin memburuk dan kacau. Keadaan semakin memburuk karena daerah-daerah semakin memperlihatkan gejolak dan gejala separatisme, seperti pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Dewan Garuda, Dewan Manguini, dan Dewan Lambung Mangkurat. Daerah-daerah tersebut tidak lagi mengakui Pemerintahan Pusat dan bahkan mereka membentuk pemerintahan sendiri, seperti Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat mengancam keutuhan Negara dan bangsa Indonesia dari dalam negeri. Suasana semakin bertambah panas, ketegangan-ketegangan diikuti oleh keganjilan-keganjilan sikap dari setiap partai politik dalam Konstituante. Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang. Konstituante ternyata tidak dapat di harapkan lagi.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penulisan ini antara lain:
1.      Apa maksud dari dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959?
2.      Bagaimana isi dari dekrit presiden 5 Juli 1959?
3.      Bagaimana implikasi hukum dari dekrit terhadap Pancasila dan UUD 1945?
4.      Bagaimana sikap dan kebijakan politik Soekarno setelah memberlakukan dekrit presiden?

1.3.Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui latar belakang penyebab dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959. Mengetahui isi lengkap dari dekrit presiden 5 juli 1959. Mengetahui pengaruh dari dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kekalutan Konstitusional

Gagalnya Konstituante untuk melaksanakan sidang-sidangnya dalam membuat Undang-Undang Dasar baru, menyebabkan Negara Indonesia dilanda kekalutan konstitusional. Undang-Undang Dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan Negara belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dengan system pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang disebut Konsepsi Presiden.
Konsepsi Presiden menginginkan terbentuknya "kabinet kaki empat" (yang terdiri atas empat partai terbesar PNI, Masyumi, NU dan PKI) dan Dewan Nasional, yang terdiri atas golongan fungsional dan berfungsi sebagai penasihat dan pemerintah. Ketua Dewan dijabat oleh Presiden sendiri.
Konsepsi yang diajukan ini menimbulkan perdebatan. Berbagai argument pro dan kontra muncul. Yang menolak konsepsi ini menyatakan perubahan yang mendasar dalam system kenegaraan hanya bisa dilaksanakan oleh Konstituante. Sebaliknya, yang menerima konsepsi ini beranggapan bahwa krisis politik hanya bisa diatasi jika konsepsi itu dilaksanakan.
Adapun isi Konsepsi Presiden sebagai berikut:
  • Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin. 
  • Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menteriflya terdiri atas orang-orang dan empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, dan PKI). 
  • Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan mi bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
2.2.  Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Setelah konstituante gagal menetapkan undang-undang Dasar 1945 menjadi Konstitusi Republik Indonesia. Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di istana merdeka pada tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00.
Isi dekrit presiden 5 Juli 1959:
1.      Pembubaran konstituante
2.      Berlakunya UUD 1945
3.      Tidak berlakunya UUDS 1950
4.      Pembentukan MPRS dan DPAS

            Berikut teks Dekret Presiden (ejaan sesuai aslinya):
DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
TENTANG
KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Dengan ini menjatakan dengan chidmat:
Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;
Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Menetapkan pembubaran Konstituante;
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.
Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO
Dengan keluarnya dekrit presiden ini, pada tanggal 10 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan. Selanjutnya, dibentuk kabinet baru yang perdana menterinya adalah presiden. Kabinet ini mempunyai tiga tugas pokok yaitu program sandang, pangan, keamanan dan penyelesaian Irian Barat.

2.3. Pengaruh Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan dari masyarakat. Kepala Staf Angkatan Darat memerintahkan kepada segenap anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPr dalam sidangnya pada 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman kepada UUD 1945.
1.      Pembentukan Lembaga Negara Setelah Dekrit 5 Juli 1959
Setelah dikeluarkan dekrit presiden, maka Konstituante resmi dibubarkan. Selanjutnya presiden membentuk lembaga – lembaga Negara sebagai berikut :
a)      Pembentukan MPRS
Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara  (MPRS) melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota – anggota DPR sebanyak 261 orang, utusan daerah 94 orang, dan wakil golongan sebanyak 200 orang.

b)      Pembentukan DPAS
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penpres Nomor 3 tahun 1959. Anggota DPAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan jumlah anggota DPAS sebanyak 45 orang.
c)      Pembentukan DPR – GR
Melalui Penpres No. 4 Tahun 1960, pemerintah membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR – GR). Parlemen ini dibentuk menggantikan DPR hasil pemilu tahun 1955 yang dibubarkan sejak 5 Maret 1960.
d)     Pembentukan Kabinet Kerja
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, Kabinet Djuanda (Kabinet Karya ) dibubarkan terhitung mulai 10 Juli 1959. Sebagai gantinya dibentuk cabinet yang perdana menterinya presiden sendiri. Sementara itu Ir. Djuanda ditunjuk sebagai menteri pertama. Kabinet baru ini dinamakan Kabinet Kerja.
e)      Pembentukan Front Nasional
Melalui Penpres No. 13 Tahun 1959 dibentuk Front Nasional pada tanggal 31 Desember 1959. Lembaga ini merupakan organisasi massa yang berusaha memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita – cita bangsa yang terkandung dalam UUD 1945.
2.      Manifesto Politik Republik Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno berpidato dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato ini terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia” (MANIPOL). Manifesto ini kemudian oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis – garis Besar Haluan Negara. Menurut Soekarno, inti dari Manipol adalah Undang – Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK.
3.         Demokrasi Terpimpin
Dengan demikian, sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bernegara baik dalam bidang politik, ekonomi maupun social budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga Negara harus berintikan Nasakom, yakni ada unsur Nasionalis, Agama dan Komunis. Dalam bidang ekonomi, pemerintah menerapkan ekonomi terpimpinnya. Sedangkan dalam bidang social budaya, pemerintah melarang budaya – budaya berbau Barat yang dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo Kolonialis dan Imperialisme (Neokolim).
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin muncul seiring keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Tap MPRS Nomor VIII/MPRS/1959. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi akhir dari Demokrasi Liberal dan awal bagi Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Dalam hal ini, Demokrasi Terpimpin diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada pada masa Demokrasi Liberal.
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965), politik luar negeri Indonesia lebih banyak mengarah kepada politik konfrontasi. Politik konfrontasi ditujukan kepada negara – negara kapitalis, yaitu Amerika Serikat dan Eropa Barat. Politik ini kemudian dianggap bertentangan dengan politik luar negeri Indonesia Bebas Aktif.
Kebijakan – kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin selain bertentangan dengan politik bebas aktif, juga dianggap menguntungkan PKI. Kebijakan yang dianggap menyimpang dari politik bebas aktif antara lain adanya pandangan tentang kekuatan yang saling berlawanan yaitu Oldefo dan Nefo, yang dalam hal ini memposisikan Indonesia masuk kedalam kelompok Nefo. Selain itu Indonesia juga menggunakan politik mercusuar dan membentuk poros Jakarta – Peking.










BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.      Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dilatarbelakangi hal – hal sebagai berikut:
a. Kondisi politik dan ekonomi yang tidak stabil pada masa demokrasi liberal.
b. Pemilu 1955 tidak mampu memberikan kontribusi dalam mewujudkan situasi yang lebih kondusif.
c. Kegagalan konstituante dalam merumuskan UUD yang baru untuk menggantikan UUDS 1950.
d. Tuntutan dari masyarakat yang menghendaki agar kembali ke UUD 1945
e. Adanya konsepsi presiden pada tanggal 21 Februari 1957 yang menghendaki dibubarkannya Demokrasi Liberal dan di ganti menjadi Demokrasi Terpimpin
f. Indonesia dinyatakan dalam keadaan bahaya karena beberapa hal seperti tidak jelasnya aturan yang ada.
2.      Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a.   Pembubaran konstituante.
b. Berlakunya UUD 1945.
c.  Tidak berlakunya UUDS 1950.
d.  Pembentukan MPRS dan DPAS.

3.      Pengaruh yang ditimbulkan dari dikeluarkannya dekrit presiden ialah:
`
a.       Sebagai dasar berlakunya demokrasi terpimpin.
b.      Terbentuknya Front Nasional, Kabinet Kerja, DPR-GR, MPRS dan DPAS.
c.       Munculnya manifesto politik yang dikenal dengan Manipol USDEK



Daftar Pustaka

[1] Apriatna, Didi. Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Diakses pada 4 Oktober 2015 dari:           
[2] Anonim. Diakses pada 4 Oktober 2015 dari:
[3] Anonim. Diakses pada 4 Oktober 2015 dari:
http://nguruan.blogspot.co.id/2012/07/dekrit-presiden-5-juli-1959.html
[4] Fardeen Khan, Iki. Makalah Sejarah Dekrit Presiden. Diakses pada 4 Oktober 2015  dari:
http://ourlz.blogspot.co.id/2013/05/makalah-sejarah-dekrit-presiden-pada.html





Comments

Popular posts from this blog

Aku, Dia, Kamu